MENINGKATKAN PERILAKU KONSUMSI JAJANAN SEHAT PADA ANAK SEKOLAH MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL

Lulut Ratna Siwi, Esty Yunitasari, Ilya Krisnana

Korespondensi:

Lulut Ratna Siwi, d/a: Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

Kampus C Mulyorejo Surabaya 60115. Telp. (031) 5913257

E-mail:

ABSTRACT

School age children are the group of age which often start to have an exposure by outside environment included school environment. This case causes school age children have a risk to have health problem because of their random snack consumption behavior. Snack of school has a risk to biological or chemical pollution which much disturb health. The purpose of this study was to explain the effect of audio visual media in the effort of increasing healthy snack consumption behavior in school age children. The study used quasy experiment. The populations were all of six graders in SDN Seduri 1 and five graders in SDN Singkalan Balongbendo, Sidoarjo. 40 students were participated. Sample taken used purposive technique. There were independent variable (audio visual) and dependent variable (knowledge, attitude, and actions). Data were collected by using questionnaire, then analyzed using Wilcoxon Signed Rank Test and Mann Whitney U Test with significant level of ≤0.05. The results of this study were knowledge (p=0.002), attitude (p=0.041) and actions (p=0.004) for intervention group. While in control group, knowledge (p=0.317), attitude (p=0.180), and action (p=0.527). The result of Mann Whitney U Test showed that p=0.001 for knowledge, p=0.000 for attitude, and p=0.000 for action. It can be concluded that health education using media audio visual is effective to improve the knowledge and the action in healthy snack of children in school ages. The next researcher hoped can apply the newest innovation in health education and analyze the factor about health snack in school age children.

Keywords: audio visual, consumption behavior, healthy snack, school age children

PENDAHULUAN

Jurnal PediomaternalVol. 3 No. 1 Oktober-April 2014

Anak usia sekolah rentan terpengaruh oleh berbagai jajanan yang dijajakan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Kondisi ini diperparah dengan maraknya iklan makanan ringan di televisi. Data lain menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% dari anak-anak tersebut membawa bekal dari rumah, sehingga kemungkinan untuk membeli makanan jajanan lebih tinggi. Anak cenderung untuk membeli makanan jajanan yang tersedia paling dekat dengan keberadaannya. Pada hari libur, anak-anak cenderung menghabiskan waktu dengan menonton televisi dan memilih menghabiskan waktu luangnya dengan mengonsumsi snack dan sejenisnya. Pada anak-anak usia sekolah, terjadi perubahan pola makan yang besar. Kalau selama ini waktu makan mereka lebih banyak dilewatkan bersama orangtuanya, maka memasuki usia sekolah, kegiatan makan mereka lebih banyak dilewatkannya di sekolah bersama teman-temannya (Dwiriani, 2009 dan Deni, 2009).

Pada usia seperti ini anak gemar sekali jajan, sehingga mereka menolak untuk makan pagi di rumah dan sebagai ganti dimintanya uang untuk jajan. Saat ini beragam jenis makanan jajanan anak sekolah dasar yang dijual di lingkungan sekolah terutama di kantin. Perilaku gizi yang salah pada anak-anak perlu mendapat perhatian. Misalnya tidak sarapan pagi, jajan yang tidak sehat di sekolah, kurang mengonsumsi sayuran, buah, dan susu, terlalu banyak mengonsumsi fast food dan junk food, makanan yang mengandung bahan pengawet, pewarna, dan penambah cita rasa.(Rukmana, 2013).

Survey BPOM tahun 2007 juga membuktikan bahwa 45% jajanan sekolah merupakan makanan jajanan yang berbahaya (BPOM, 2009). Berdasarkan data Kejadian Luar Biasa (KLB) pada jajanan anak sekolah tahun 2004-2006, kelompok siswa Sekolah Dasar (SD) paling sering mengalami keracunan pangan (Mutamazilah, Zulaekah, Hamida, 2012). Perilaku makan yang masih kurang adalah konsumsi buah tidak berwarna, makan sayur, makan nasi dan lauk pauk kurang dari 4 kali sehari dan anak jajan setiap hari. Penelitian Ulya (2003) yang dilakukan pada salah satu sekolah dasar di Jakarta Timur menyebutkan bahwa kontribusi makanan jajanan terhadap konsumsi sehari siswa berkisar antara 10-20%. Energi dari makanan jajanan memberikan kontribusi sebesar 17.36%, protein sebesar 12.4%, karbohidrat sebesar 15.1%, dan lemak sebesar 21.1% terhadap konsumsi sehari. Konsumsi susu di Indonesia masih sangat rendah, pada tahun 2005 hanya 6,8 liter perkapita.

Berdasarkan data yang peneliti peroleh di lapangan melalui observasi lingkungan, ternyata banyak penjual makanan atau jajanan yang tidak sehat seperti yang berpengawet, menggunakan MSG, pewarna makanan serta minuman yang mengandung pemanis tambahan serta zat berbahaya lainnya di lingkungan SDN Seduri 1 dan SDN Singkalan. Pada dua sekolah tersebut sebenarnya sudah ada kebijakan menyediakan kantin sehat untuk siswa dan siswi dan melarang penjual jajanan yang tidak sehat berjualan di lingkungan sekolah serta melarang siswa dan siswinya untuk membeli jajanan yang dijual diluar kantin sekolah. Akan tetapi banyak dari siswa siswi yang memilih diam-diam untuk membeli jajanan di luar pagar sekolah saat jam istirahat. Dari survei data menggunakan kuesioner pada 55 siswa kelas V dan VI di SDN Seduri 1 Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo didapatkan hasil 89% siswa tidak mengetahui jenis dan efek dari jajanan yang tidak sehat, 92% mengaku suka mengonsumsi jajanan yang dijual kantin sekolah atau penjual di sekitar lingkungan sekolah dengan alasan warnanya menarik dan rasanya yang lebih gurih serta enak, 32% siswa mengaku setiap hari selalu membeli jajanan di sekolah dan 68% siswa hanya kadang-kadang membeli jajanan di sekolah. Dari survei pada 55 siswa kelas V dan VI di SDN Singkalan beberapa siswa justru lebih memilih jajanan daripada mengonsumsi makanan sehat seperti susu, buah dan sayuran, didapatkan 74% siswa suka mengonsumsi jajanan yang di jual di lingkungan sekolah dengan alasan jauh lebih menarik dan enak, 77% tidak suka mengonsumsi susu dengan alasan tidak enak dan merasa mual, 94% tidak suka mengonsumsi sayur dengan alasan tidak ada rasanya dan pahit untuk beberapa jenis sayur, dan 16% tidak suka mengonsumsi buah karena rasanya asam.

Dari survei pada siswa siswi di SDN Singkalan dan SDN Seduri 1 Balongbendo, Sidoarjo didapatkan bahwa mereka pernah mengalami diare, sakit tenggorokan, batuk dan gangguan pencernaan lainnya setelah mengonsumsi jajanan tidak sehat yang dijual diluar kantin sekolah. Setelah itu, peneliti melakukan survei ke Puskesmas yang wilayah kerjanya mencakup dua sekolah tersebut, didapatkan hasil bahwa kejadian diare dan ISPA masih tetap tinggi prosentase kejadiannya dari standar yang diharapkan oleh pihak Puskesmas dan mengalami peningkatan setahun kebelakang. Dari data kejadian ISPA pada anak usia sekolah di wilayah kerja Puskesmas Balongbendo dari tahun 2010 hingga 2012 mengalami penurunan, tetapi dari tahun 2012 ke tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 17%. Dari data kejadian diare pada anak usia sekolah di wilayah kerja Puskesmas Balongbendo dari tahun 2010 hingga 2012 mengalami penurunan, akan tetapi dari tahun 2012 ke tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 13%.

Berdasarkan model PRECEDE PROCEED Lawrence Green dijelaskan bahwa promosi kesehatan dengan media alat bantu dapat mengubah perilaku seseorang menuju kualitas hidup yang lebih sehat. Media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk menyalurkan pesan informasi.Berdasarkan fakta yang ada, persoalan makanan jajanan dari dulu sampai sekarang tetap masih ada baik itu menyangkut sanitasi makanan jajanan maupun keamanan makanan jajanan. Oleh karena masih tetap diperlukan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang makanan jajanan yang memenuhi syarat gizi dan kesehatan. Promosi kesehatan metode audio visual (lihat-dengar) lebih merangsang dalam penyampaian pesan-pesan/informasi yang disampaikan karena responden dapat melihat dan responden juga dapat mendengarkan isi pesan tersebut.

Animasi adalah gambar bergerak berbentuk dari sekumpulan objek (gambar) yang disusun secara beraturan mengikuti alur pergerakan yang telah ditentukan pada setiap pertambahan hitungan waktu yang terjadi. Gambar atau objek yang dimaksud dalam definisi di atas bisa berupa manusia, hewan, maupun tulisan. Media film kartun animasi adalah media yang diharapkan dapat menawarkan kesenangan pada siswa selama proses pembelajaran terjadi. Dengan menampilkan tokoh yang lucu dan menarik, siswa akan tertarik dan merasa ikut berperan di dalamnya.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian ekperimen semu (quasy experiment) yakni rancangan penelitian yang berupaya untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI di SDN Seduri dan siswa kelas V di SDN Singkalan berjumlah 61 anak. Besar sampel pada penelitian ini didapatkan 40 siswa dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 6-18 Juni 2014.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah media audio visual. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan tindakan dalam pemilihan konsumsi jajanan sehat. Dalam penelitian ini untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan siswa dalam pemilihan konsumsi jajanan sehat, peneliti menggunakan instrumen SAK pendidikan kesehatan dengan media audio visual. Peneliti menggunakan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kuesioner pengetahuan terdiri dari pertanyaan multiple choice yang bila dijawab benar maka skor 1 dan bila salah skor 0. Untuk mengukur sikap diukur menggunakan skala Likert. Untuk mengukur tindakan diukur bila melakukan tindakan positif dijawab ya maka skor 1 dan bila tidak skor 0, sebaliknya untuk tindakan negatif dijawab ya skor 0 dan bila tidak skor 1. Peneliti menggunakan lembar kuesioner yang didapatkan peneliti dari konsep yang sudah ada yaitu dari kuesioner Mawar Hayati (2009). Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan teknik statistik menggunakan Wilcoxon Signed Rank. Derajat kemaknaan α ≤ 0,05. Selanjutnya, peneliti menggunakan uji statistika Mann Whitney Test dengan menggunakan derajat kemaknaan α ≤ 0,05 untuk membandingkan hasil kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada peningkatan pengetahuan dalam pemilihan jajanan sehat sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan (Tabel 1). Sebelum diberikan intervensi ada 13 anak (65%) yang memiliki pengetahuan kurang. Setelah diberikan intervensi anak yang memiliki pengetahuan baik meningkat menjadi 11 anak (55%). Siswa mengalami peningkatan pengetahuan dalam pemilihan jajanan sehat dimana pada pre test (rerata 5,45; standar deviasi 0,887) menjadi post test (rerata 7,45; standar deviasi 1,432).

Pada Tabel.1 dapat dilihat bahwa media audio visual mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengetahuan anak dalam pemilihan jajanan sehat. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis statistik Wilcoxon Signed Rank Test didapatkan nilai signifikansi p=0,002.

Pada kelompok kontrol didapatkan hasil menggunakan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test didapatkan p=0,317 yang berarti tidak ada pengaruh media audio visual terhadap pengetahuan anak usia sekolah pada kelompok kontrol. Hasil uji statistik menggunakan Mann Whitney U Test nilai sig (2-tailed) adalah p= 0,001 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan anak pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perubahan sikap dalam pemilihan jajanan sehat sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi (Tabel 2). Sebelum diberikan intervensi ada 17 anak (85%) yang memiliki sikap negatif. Setelah diberikan intervensi anak yang memiliki sikap positif berubah menjadi 18 anak (90%). Siswa mengalami perubahan sikap dalam pemilihan jajanan sehat dimana pada pre test (rerata 50; standar deviasi 10,013) menjadi post test (rerata 52; standar deviasi 9,994).

Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa media audio visual mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap sikap anak dalam pemilihan jajanan sehat. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis statistik Wilcoxon Signed Rank Test didapatkan nilai signifikansi p=0,041.

Pada kelompok kontrol didapatkan hasil menggunakan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test didapatkan p=0,180 yang berarti tidak ada pengaruh media audio visual terhadap sikap anak usia sekolah pada kelompok kontrol. Hasil uji statistik menggunakan Mann Whitney U Test nilai sig (2-tailed) adalah p= 0,000 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sikap anak pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada peningkatan tindakan dalam pemilihan jajanan sehat sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan (Tabel 3). Sebelum diberikan intervensi ada 13 anak (65%) yang memiliki tindakan kurang. Setelah diberikan intervensi anak yang memiliki tindakan baik meningkat menjadi 8 anak (40%). Siswa mengalami peningkatan tindakan dalam pemilihan jajanan sehat dimana pada pre test (rerata 9,85; standar deviasi 2,906) menjadi post test (rerata 13,3; standar deviasi 2,280).

Pada Tabel.3 dapat dilihat bahwa media audio visual mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tindakan anak dalam pemilihan jajanan sehat. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis statistik Wilcoxon Signed Rank Test didapatkan nilai signifikansi p=0,004.

Pada kelompok kontrol didapatkan hasil menggunakan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test didapatkan p=0,527 yang berarti tidak ada pengaruh media audio visual terhadap tindakan anak usia sekolah pada kelompok kontrol. Hasil uji statistik menggunakan Mann Whitney U Test nilai sig (2-tailed) adalah p= 0,000 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tindakan anak pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Jurnal PediomaternalVol. 3 No. 1 Oktober-April 2014

Tabel 1. Pengetahuan dalam pemilihan jajanan sehat responden sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan media audio visual pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Kelompok perlakuan / Kelompok kontrol
Pengetahuan / Pre Intervensi / Post Intervensi / Pre Intervensi / Post Intervensi
 / % /  / % /  / % /  / %
Baik / 1 / 5 / 11 / 55 / 2 / 10 / 1 / 5
Cukup / 6 / 30 / 6 / 30 / 9 / 45 / 12 / 60
Kurang / 13 / 65 / 3 / 15 / 9 / 45 / 7 / 35
Total / 20 / 100 / 20 / 100 / 20 / 100 / 20 / 100
Mean
SD / 5,45
0,887 / 7,45
1,432 / 5,90
1,020 / 5,80
0,900
Wilcoxon signed rank test / p=0,002 / p=0,317
Mann whitney u test / p=0,001

Tabel 2. Sikap dalam pemilihan jajanan sehat responden sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan media audio visual pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Kelompok perlakuan / Kelompok kontrol
Sikap / Pre Intervensi / Post Intervensi / Pre Intervensi / Post Intervensi
 / % /  / % /  / % /  / %
Negatif / 17 / 85 / 2 / 10 / 7 / 35 / 3 / 15
Positif / 3 / 15 / 18 / 90 / 13 / 65 / 17 / 85
Total / 20 / 100 / 20 / 100 / 20 / 100 / 15 / 100
Mean
SD / 50
10,013 / 52
9,994 / 49
10,017 / 51
10,259
Wilcoxon signed rank test / p=0,041 / p=0,180
Mann whitney u test / p=0,000

Tabel 3. Tindakan dalam pemilihan jajanan sehat responden sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan media audio visual pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Kelompok perlakuan / Kelompok kontrol
Tindakan / Pre Intervensi / Post Intervensi / Pre Intervensi / Post Intervensi
 / % /  / % /  / % /  / %
Baik / 1 / 5 / 8 / 40 / 1 / 5 / 1 / 5
Cukup / 6 / 30 / 9 / 45 / 6 / 30 / 4 / 20
Kurang / 13 / 65 / 3 / 15 / 13 / 65 / 15 / 75
Total / 20 / 100 / 20 / 100 / 20 / 100 / 20 / 100
Mean
SD / 9,85
2,906 / 13,3
2,280 / 10,5
2,459 / 10,5
1,732
Wilcoxon signed rank test / p= 0,004 / p= 0,527
Mann whitney u test / p= 0,000

Jurnal PediomaternalVol. 3 No. 1 Oktober-April 2014

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, media audio visual memiliki pengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan dalam pemilihan jajanan sehat. Berdasarkan identifikasi nilai pengetahuan siswa dari hasil penelitian terdapat pengaruh terhadap pengetahuan dalam pemilihan jajanan sehat. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan rerata pengetahuan setelah diberikan media audio visual. Setelah dilakukan intervensi, responden telah mengetahui definisi jajanan sehat, jenis jajanan, ciri-ciri jajanan yang aman dan sehat, pengaruh positif dan negatif jajanan, sanitasi dan keamanan jajanan, penyakit bawaan makanan. Peningkatan pengetahuan terlihat dari jawaban responden. Saat pre test sebanyak 1 orang masuk kriteria baik dan meningkat menjadi 11 orang saat post test.

Berdasarkan teori Green (1999) dalam Notoatmodjo (2005) pengetahuan dipengaruhi oleh faktor predisposisi, yaitu umur, jenis kelamin, status ekonomi, dan susunan dalam keluarga. Berdasarkan teori tersebut dan data demografi, faktor yang mempengaruhi skor responden yang tidak mengalami peningkatan adalah usia dan jenis kelamin. Hal ini didukung dengan fakta yang terjadi pada saat intervensi, responden laki-laki cenderung lebih sulit untuk diam, ramai, kurang memperhatikan dan kurang fokus terhadap intervensi yang diberikan oleh peneliti.

Status ekonomi orang tua mayoritas dalam keadaan mampu. Hal ini berkaitan dengan uang saku yang diberikan pada anak mayoritas yaitu lebih dari Rp 3000. Uang saku yang rutin diberikan pada anak dapat membentuk persepsi anak bahwa uang saku adalah hak mereka dan mereka bisa menuntutnya. Kurangnya nasehat dan arahan dari orang tua tentang pemanfaatan uang saku akan mendorong anak untuk memanfaatkannya secara bebas. Pemberian uang saku mempengaruhi kebiasaan jajan pada anak usia sekolah. Status ekonomi yang tinggi sering diikuti dengan uang saku anak yang tinggi juga. Anak dengan uang saku banyak cenderung memilih jajanan yang rasanya enak sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa memikirkan baik untuk kesehatan atau tidak.

Mayoritas responden yaitu sebanyak 8 orang (40%) pernah mendapatkan informasi dalam pemilihan jajanan sehat dari orangtua. Adanya informasi baru mengenai jajanan sehat memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan dalam pemilihan jajanan sehat (Ariandani, 2011). Berdasarkan teori tersebut dan data demografi, anak yang pernah memperoleh informasi mengenai jajanan sehat sebelumnya dari orangtua memiliki pengetahuan yang baik dibandingkan dengan anak yang belum pernah memperoleh informasi sama sekali.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2007).