PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN PERFORMANS

KARYA SENI LUKIS ANAK SEKOLAH DASAR

Dr. Tri Hartiti Retnowati

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

e-mail:

(Makalah Hasil penelitian)

ABSTRACT

This study aim at developing an assessment specification for children’s painting in elementary schools by developing a valid and reliable assessment instrument to measure the performance of children’s painting. The development of this assessment instrument was intended to guide the painting teachers in elementary schools in carrying out assessment objectively.

This study is a development research which uses quantitative and qualitative approaches. The development process was carried out in five phases, covering initial study, defining, designing, developing, and dissemination phases. The subjects of this study were elementary schools’ teachers and pupils in the first grade to third grades and painting teachers in Muhammadiyah Sapen Yogyakarta elementary school, MIN (Islamic State Elementary School) Tempel, and Langen Sari Yogyakarta elementary school. The construct of the instrument consisting of instrument for process, product, self, and group assessment, was developed based on the suggestion of art education experts, children’s art painting experts, evaluation experts, and painting experts. The reliability coefficient of the assessment instrument was computed based on generalizeability theory developed by Crick and Brennan consisting of G (generalized study) and D (decision study) theories with the variance of person, rater, item, person rater interaction, and error components using Genova computer package program, and interrater Cohen’s Kappa fomula.

The validity evidence is obtained through three focus group discussions and one seminar. The average of cofficients genova is 0.71 and the average of Cohen’s Cappa is 0.73, this value are higher than the minimum criteria, 0.70.

Keyword: Children’s painting, reliability , generalizeability theory, G (generalized study), and D (decision study).

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN PERFORMANS

KARYA SENI LUKIS ANAK SEKOLAH DASAR

BAB I

A.Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan seni bertujuan mengembangkan kedewasaan diri anak didik yang utuh dan seimbang dengan cara memberikan perlakuan yang dapat merangsang kepekaan estetik dan kreativitas peserta didik. Dengan demikian untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pengembangan estetik melalui pendidikan seni.

Dalam Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 (PP Nomor 19, 2005) tentang standar nasional pendidikan, masalah kepekaan estetik memperoleh penekanan dalam pengembangan kemampuan peserta didik melalui kelompok mata pelajaran estetika. Pada peraturan ini, kelompok mata pelajaran estetika yang harus dipelajari peserta didik mempunyai arah pengembangan untuk meningkatkan: (1) sensitivitas, (2) kemampuan mengekspresikan, dan (3) kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis (BSNP, 2006: 78-79).

Kegiatan melukis bagi anak-anak seusia anak sekolah dasar merupakan kegiatan naluriah dan menjadi kesenangan anak karena muncul atas desakan perkembangan emosi artistik yang bersifat kodrati. Melukis bagi anak-anak merupakan aktivitas psikologis dalam rangka mengekspresikan gagasan, imajinasi, perasaaan, emosi, dan /atau pandangan anak terhadap sesuatu. Anak melukis adalah menceritakan atau mengungkapkan (mengekspresikan) sesuatu yang ada pada dirinya secara intuitif dan spontan lewat media seni lukis (Soesatyo, 1994: 31).

Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan, disebutkan bahwa mengekspresikan diri melalui karya gambar ekspresif dan mengekspresikan diri melalui gambar imajinatif, dilaksanakan pada kelas satu semester dua, kelas dua semester satu dan semester dua, juga kelas tiga semester dua.

Dalam konteks pendidikan, seorang pendidik harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang makna karya seni lukis bagi peserta didik. Pengetahuan dan pemahaman ini diperlukan agar pendidik mampu memberikan bimbingan dan menilai hasil belajar karya peserta didik . Hal ini sesuai dengan kompetensi yang dituntut sebagai seorang guru yaitu menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Penilaian proses antara lain melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan kompetensi peserta didik (PP Nomor 19, 2005).

Penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa pemahaman guru-guru terhadap hakekat pendidikan seni terutama pelaksanaan pembelajaran seni lukis sekolah dasar belum mantap sehingga mereka cenderung membimbing secara tidak tepat dan menilai secara subjektif. Karena kurangnya pemahaman tersebut, guru kurang berani dalam menilai karya anak. Dengan demikian masalah subjektivitas menjadi masalah yang tidak dapat dihindari dalam penilaian karya lukis anak. Subjektivitas dalam penilaian karya seni lukis anak pada dasarnya disebabkan oleh kesulitan guru dalam menentukan kriteria penilaian, padahal pelajaran melukis bagi anak-anak adalah pelajaran yang menyenangkan. Untuk memecahkan permasalahan penilaian proses dan produk tersebut perlu digunakan pendekatan penilaian yaitu performance assessment.

Subjektivitas dalam penilaian karya seni lukis anak pada dasarnya disebabkan oleh kesulitan guru dalam menentukan kriteria penilaian padahal pelajaran melukis bagi anak-anak adalah pelajaran yang menyenangkan. Hal ini diakui oleh dua puluh orang guru yang dapat ditemui dalam studi awal penelitian ini.

2. Rumusan Masalah

Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

  1. Bagaimana spesifikasi instrumen penilaian asesmen performan karya seni lukis anak di sekolah dasar?
  2. Bagaimana karakteristik instrumen penilaianasesmen performan karya seni lukis anak yang mencakup validitas, reliabilitas, dan keterpakaian di sekolah dasar?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengembangkan spesifikasi instrumen penilaianasesmen performan karya seni lukis anak di sekolah dasar.

2. Menentukan kriteria penilaian asesmen performan karya seni lukis anak di sekolah dasar.

4. Ruang Lingkup Penelitian: Asesmen karya seni lukis anak

B. Kajian Teori

  1. Pengertian Seni Lukis

Seni lukis merupakan bagian dari bidang seni rupa murni yang berwujud dua dimensi, sehingga seni lukis merupakan karya yang terlepas dari unsur-unsur kegunaan praktis. Lebih jelas lagi seni lukis merupakan suatu pengucapan pengalaman artistik seseorang yang dicurahkan ke dalam bidang dua dimensi dengan menggunakan garis, warna, bidang, dan tekstur. Karya seni lukis yang juga sering disebut dengan lukisan, umumnya dibuat di atas kain kanvas berpigura dengan bahan cat minyak, cat akrilik, atau bahan lainnya. Objek dan gaya lukisan sangatlah beragam. Karya seni lukis bergaya naturalis (potret) dibuat persis seperti objek aslinya, seperti pemandangan alam, figur manusia, binatang, atau benda lainnya. Karya lukis bergaya ekspresionis (penuh perasaan) memiliki objek benda atau figur yang dibuat dengan garis dan warna yang bernuansa emosi pelukisnya. Lukisan bergaya abstrak berasal dari khayalan kreatif senimannya, bentuknya tidak nyata, tersamar, bahkan kurang dimengerti oleh orang awam, tetapi mengandung berbagai alternatif rupa yang baru (Sachari, 2004: 10).

Dalam pembuatan sebuah karya seni lukis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu elemen seni lukis (garis, bidang, ruang, tekstur, warna, dan kaidah-kaidah komposisi.

2.Seni Lukis bagi Anak Usia Sekolah Dasar

  1. Seni Lukis sebagai Cerminan Isi Jiwa

Mencermati lukisan anak dan cara mereka menggambarkan lingkungannya, dapat memberikan suatu pandangan tingkah laku dan apresiasi pertumbuhan dan perkembangan bervariasi yang dialami anak. Dengan lukisan anak dapat dibaca jiwa dan kehidupan anak-anak yang bersifat polos. Goresannya spontan dan bebas: miring kesana kemari. Penggunaan warna sesuai dengan suasana hatinya, sangat berani: merah kuning, biru, hitam dan seterusnya. Apa yang dituangkan dalam tema lukisannya adalah apa yang dilihatnya sesuai dengan lingkungan hidup yang nyata dan khayalnya, sesuai dengan “kacamata” anak.

Dalam proses melukis, anak tidak ada rasa takut. Kegiatan seni di samping penting bagi perkembangan kognitif juga memberikan rangsangan bagi pertumbuhan persepsi, emosional, social, dam krativitas anak. Dengan kegiatan ini perlu diketahui apa yang dapat dikembangkan pada diri anak secara maksimal, karena lukisan anak itu sendiri mencerminkan segi kejiwaan anak.

Peran pendidikan seni yang multi dimensional pada dasarnya dapat mengembangkan kemampuan dasar manusia, seperti fisik, perceptual, intelektual, emosional, social, kreativitas, dan estetik (Lowenfeld, 1982) Demikian juga pada multiple intelegences Gardner’s yang membagi karakteristik kecerdasan menjadi sembilan jalur yaitu: verbal/linguistic, interpersonal, visual/spasial, logical/mathematical, naturalist, kecerdasan spiritual, yang dapat diterapkan pada lukisan anak-anak. Dalam kegiatan melukis, akan terlihat keterlibatan segi kejiwaan anak sehingga mencerminkan kondisi kejiwaan anak.

  1. Ciri Seni Lukis Anak

Anak berbuat dan berkarya atas dasar daya nalar anak. Mereka mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam ujud karya seni rupa atau lukisan tanpa terbatas pada apa yang terlihat dengan mata kepala saja, melainkan lebih pada apa yang mereka mengerti, pikirkan atau khayalkan. Perkembangan menggambar anak menurut Ricci (1960: 302-307):

The child starts drawing with an “interlacing network of lines” and then moves on to simple representational foms which become more detailed with age. He recognized in these simple forms that the child draws a description of the subject according to his knowledge of that subject and not according to its visual appearance.

Dengan demikian anak menggambar mulai yang paling sederhana yaitu dengan garis-garis dan berkembang menjadi bentuk-bentuk yang representasional dan detail sesuai dengan perkembangan usia sesuai dengan pengetahuannya sendiri bukan menurut penampakan visual.

Banyak sedikitnya unsur pada lukisan sangat tergantung pada keasyikan pemikiran dan fantasinya, lebih banyak yang akan mereka ceritakan maka lebih banyak pula bentuk yang akan dimunculkannya. Dengan penalaran anak wajar dan spontan maka hasilnya tampak sungguh naif. Ungkapan pribadinya muncul melalui bentuk-bentuk dengan makna simbolik tertentu, intuitif, dan lebih dekat pada sifat bermain.

Selanjutnya, sesuai pendapat para ahli (Lansing, 1976: 138-139), perkembangan gambar anak pada dasarnya dapat disederhanakan menjadi tiga tahap pokok: (1) tahap coreng-moreng (umur dua sampai empat tahun), (2) tahap figurative (umur tiga sampai dua belas tahun), dan (3) tahap keputusan artistic (umur dua belas tahun ke atas).

  1. Seni Lukis sebagai indikator gambar ekspresi dalam KTSP

Dalam kurikulum KTSP, mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan adalah nama dari kelompok mata pelajaran estetika yang dilaksanakan pada tingkat sekolah dasar. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 (Peraturan Pemerintah, 2005) disebutkan tujuan mata pelajaran Seni Budaya dan Ketrampilan adalah untuk meningkatkan sensitifitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Dalam mata pelajaran tersebut, dua kegiatan yang saling terkait satu sama lain yaitu apresiasi dan kreasi, termasuk di dalamnya yang bersifat rekreatif (performance).

Kegiatan apresiasi, dimaksudkan melatih perkembangan kepekaan rasa estetik peserta didik. Peserta didik berperan sebagai pengamat yang menghayati gejala keindahan yang ada dalam karya seni kemudian menanggapinya. Dalam hal ini tentunya keterlibatan intelektual dan pengalaman estetik peserta didik sangat berperan.

Kegiatan kreasi mempunyai makna menciptakan karya seni yang baru, sedangkan rekreasi menampilkan/menggelar karya seni. Pada kegiatan ini peserta didik secara aktif menghasilkan suatu karya seni (lukisan, ilustrasi, relief, dan sebagainya)). Dalam hal ini keterlibatan intelektual peserta didik sangat dominan. Misalnya dalampembuatan karya seni lukis dikenal adanya aspek bentuk yang diubah menjadi struktur. Hal ini memerlukan kerja intelektual. Jacques Maritain dalam Sumardjo (2000: 51) menyebutkan adanya ekspresi intelektual yang diperlukan untuk mengubah bentuk menjadi struktur.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Seni Budaya dan Kerajinan Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 yang meliputi kegiatan apresiasi dan kreasi.Pada kompetensi dasar disebutkan bahwa mengekspresikan diri melalui karya gambar ekspresif dan mengekspresikan diri melalui gambar imajinatif, dilaksanakan pada kelas satu semester dua, kelas dua semester satu dan semester dua, juga kelas tiga semester dua.

3. Karakteristik Penilaian dalam Pendidikan Seni

Penilaian seni lukis anak meliputi penilaian proses dan penilaian hasil atau produk. Dengan demikian untuk memecahkan permasalahan penilaian proses dan hasil karya peserta didik tersebut perlu digunakan pendekatan penilaian yaitu performance assessment.

Dengan melakukan kegiatan asesmen dapat diketahui perubahan yang terjadi pada anak didik. Sedangkan penilaian kinerja (performanceassessment) menurut Berk sebagai berikut: performance assessment is the process of gathering data by systematic observation for making decisions about an individual (Berk,1986:ix). Adalima unsur-unsur kunci dalam definisi yang dikemukakan oleh Berk, yaitu:

1.Performance assessment is a process, not a test or any single measurement device. 2. The focus of this process is data gathering, using a variety of instruments and strategies. 3. The data are collected by means of systematic observation. 4. The data are integrated for the purpose of making specific decisions. 5. The subject of the decision making is the individual, usually an employee or a student, not a program or product reflecting a group’s activity. (Berk, 1986: ix).

Selanjutnya Berk mengatakan bahwa dalam Performance assessment selalu terkait dengan adanya rubrik penilaian yang merupakan bagian dari Performance assessment: Subsumed under the rubric Performance assessment are a host of other related terms that are often used synonymously with it.

Melengkapi pendapat tersebut, Zainul (2005: 4) menyatakan bahwa asesmen kinerja secara sederhana didefinisikan sebagai penilaian terhadap proses perolehan, penerapan, pengetahuan dan ketrampilan, melalui proses pembelajaran yang menunjukkan kemampuan peserta didik dalam proses dan produk.

  1. Penilaian Proses Karya Seni Lukis

Tujuan penilaian proses karya adalah untuk mengamati kompetensi peserta didik dalam berkreasi membuat karya seni lukis.Menurut Conrad (1964: 271)the processes of evaluation help to build guides and to define and clarity the purposes and accomplishments of the educational processes.In art education, the evaluation prosesses are natural parts of art activity.Karena prosespenilaian membangun bimbingan terhadap peserta didik dan memperjelas tujuan dan pemenuhan dalam proses pembelajaran, maka penilain proses sangat diperlukan apalagi proses penilaian merupakan bagian yang alami dari aktivitas seni.

Sesungguhnya kemampuan-kemampuan peserta didik yang dikembangkan dalam pendidikan seni rupa lebih banyak dalam bentuk penampilan yang sulit diukur dengan tes, yaitu terutama penampilan-penampilan peserta didik dalam aspek afektif dan psikomotorik. Dengan instrumen teknik non tes akan diperoleh data akurat dengan tidak kehilangan aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik. Non tes digunakan tatkala pengertian evaluasi tidak sekedar identik dengan testing tetapi mempunyai pengertian yang lebih luas yaitu suatu proses penentuan nilai-nilai fenomena-fenomena yang secara edukasional relevan (Eisner, 1972: 204).

  1. Penilaian produk karya seni lukis

Pada prinsipnya tujuan penilaian produk seni lukis adalah untuk melihat kompetensi peserta didik dalam membuat karya cipta seni lukis. Dalam hal ini pendidik memfokuskan perhatiannya pada hasil karya lukis yang diciptakan oleh peserta didik yang tentunya tidak terlepas dari proses penciptaannya. Oleh karena itu kegiatan penilaian memerlukan kriteria. Conrad (1964: 271) menjelaskan bahwa:

Evaluation criteria are not rigid. New criteria must be formulated for each group of children because children are constantly growing and changing in their thinking, their abilities, and their knowledges. The processes of evaluation help to build guides and to define and clarity the purposes and accomplishments of educational processes.

Dengan demikian penetapan kriteria harus disesuaikan dengan perkembangan usia anak dan kriteria tidak bersifat kaku.

Kriteria untuk melakukan penilaian produk karya seni lukis cukup sulit karena adanya keragaman cara pandang terhadap karya seni. Salah satunya pendapat Aspin dalam Ross (1982: 66) yang menyatakan bahwa: Workof art is correctly described as “unique particulars”, but the description prompts the question: how can something which is unique generate criteria for evaluating other unique objects? Sifat unik ini mempunyai sifat satu-satunya dan hanya berlaku untuk karya tersebut sehingga sulit menerapkan kriteria yang sama untuk menilai karya yang lain.

Perdebatan-perdebatan yang sering terjadi karena perbedaan pemahaman, meminjam dari penilaian kritik, Pepper (1973: 451) berpendapat bahwa bisa saja perbedaan yang terjadi disebabkan oleh pandangan kontekstual yang tidak sama, karena masing-masing kepentingan tidak ada titik temu. Disini penilaian dapat dilihat sebagai suatu proses intersubjektif, dan setiap proses intersubjektif selalu mendatangkan konflik.Namun demikian, Heyfron (1986: 56) berpendapat bahwa:

that the arts are not fundamentally different from other subjects in the curriculum (e.g. science) and that a high degree of consensus about criteria appropriate for judging art work is not only conceptually consistent with the notion of art, but also practicably desirable. It contends that judgements about the merits of art work can be justified with reference to publicly agreed criteria.

Hal ini menunjukkan bahwa penilaian dari suatu pekerjaan seni tidak hanya konsisten secara konseptual tetapi diperlukan juga praktisnya. Baik buruknya pekerjaan seni dibenarkan dengan adanya referensi dari kriteria-kriteria yang disetujui oleh khalayak umum.