ABSTRACT

PENGARUH PENGUKURAN KINERJA NON-KEUANGAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN: MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK SEBAGAI FAKTOR PEMEDIASI (Studi Kasus di Kepolisian Kota Bandar Lampung)

Monica Carolina Sinulingga/NPM: 0911031103/ 085269602828/

Pembimbing I: Yuliansyah, S.E., M.S.A., Ph.D., Akt

Pembimbing II: Reni Oktavia, S.E., M.Si.

This research aims to analyze the influence of non-financial performance measures on employee performance through the mediating factors that intrinsic motivation and extrinsic motivation. The research consisted of one independent variable and three dependent variables. The independent variable of this research is the measurement of non-financial performance, while the dependent variable in this research is intrinsic motivation, extrinsic motivation and performance of employees.

The selection of the sample in this research using purposive sampling method. Namely the selection of the sample with certain criteria. Data were collected using a questionnaire survey method are carried out by spreading a questionnaire to members of the police with a number of 80 questionnaires distributed questionnaire. After the data is collected then analyzed the data using SEM (Structural Equation Modeling) with statistical tools PLS (Partial Least Square) with the help of software SmartPLS.

Based on the analysis carried out showed that the variables measuring non-financial performance was positively related to intrinsic motivation and extrinsic motivation. Intrinsic motivation-related variables significantly influence employee performance. Extrinsic motivation variables are positively related to employee performance. While the variable measuring non-financial performance there is no significant ties to employee performance.

Keywords : Non-financial performance measurements, intrinsic motivation, extrinsic motivation and performance of employees.

PENDAHULUAN

Sistem pengukuran kinerja menjadi pusat perhatian bagi praktisi maupun akademisi khususnya dibidang akuntansi manajemen (Sholihin and Pike 2010). Sistem pengukuran kinerja mempunyai fungsi untuk mengevaluasi pencapaian tujuan organisasi (Chenhall, 2005, Kaplan and Norton, 1992, Kaplan and Norton, 1996) dalam (Chenhall, 2005) serta dapat mengubah perilaku karyawan. Dalam penelitan terdahulu mengenai dampak pengukuran kinerja terhadap perilaku karyawan banyak dibahas pada level middle manajer keatas. Akan tetapi penelitian tentang kinerja karyawan middle manajer kebawah masih sangat terbatas. Misalnya di sektor publik kinerja individu pada level karyawan sangat penting dalam membangun reputasi organisasi. Karena karyawanlah yang menjalankan tugas harian untuk melayani publik. Oleh karena itu baik buruknya kinerja karyawan akan mempengaruhi baik buruknya image organisasi di mata masyarakat.

Salah satu aspek pengukuran kinerja adalah sistem pengukuran kinerja non- keuangan. Pada sektor publik, kinerja non-finansial mempunyai peran yang sangat penting karena karekteristik utama organisasi pemerintah adalah organisasi nirlaba yang mempunyai fokus utama yaitu melayani publik. Mengingat fokus utama organisasi pemerintah adalah pelayanan publik, penggunaan pengukuran kinerja non-finansial dapat membantu decision maker di organisasi pemerintah menilai bagaimana kinerja individu dalam organisasi pemerintah memberikan kualitas pelayanana kepada publik.

Pengukuran kinerja non-keuangan dapat meningkatkan kinerja karyawan melalui dua aspek motivasi yaitu, motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Keberadaan motivasi sangat penting peranannya dalam usaha meningkatkan kualitas dan kuantitas kerja yang dihasilkan. Motivasi akan memberikan dorongan dan semangat bagi karyawan dan pimpinan. Adanya kepuasan kerja diharapkan akan menciptakan hubungan kerja yang harmonis antara kedua belah pihak yaitu karyawan dan pimpinan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dan berhasil secara optimal.

Beberapa peneliti percaya bahwa motivasi intrinsik merupakan faktor pendorong yang penting dari kinerja karyawan (Elsbach & Hargadon, 2006), individual akan berkerja mengeluarkan effortnya berdasarkan keinginan sendiri misal rasa ingin tahu, dan keinginan untuk belajar dan sebagainya (Deci & Ryan, 2000). Meskipun motivasi intrinsik sebagai pendorong penting berkembangnya kinerja seorang karyawan, tetapi dapat diingat juga dimana ada motivasi intrinsik sudah pasti ada pula motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik juga mempunyai peran yang sama pentingnya dengan motivasi intrinsik, adanya motivasi ekstrinsik sebagai perangsang dari luar agar karyawan lebih bersemangat dalam menjalankan pekerjaannya dan tentunya dapat meningkatkan kinerjanya. Maka dari itu motivasi intrinsik sebagai perangsang dari dalam dan motivasi ekstrinsik sebagai perangsang dari luar tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling melengkapi.

Dari beberapa penjelasan tersebut peneliti akan meneliti tentang pengukuran kinerja non-keuangan, motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, dan kinerja karyawan. Adapun responden penelitian ini adalah organisasi pemerintah yang bergerak dibidang kepolisian di Kota Bandar Lampung. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini akan mengkaji tentang “Pengaruh Kinerja Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan: Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik Sebagai Faktor Pemediasi” (studi empiris di Kepolisian Kota Bandar Lampung).

LANDASAN TEORI

Teori Motivasi

Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai suatu tujuan. Motivasi sebagai sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Menurut Hezberg dalam Miner (2005), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan diri. Dua faktor itu disebutnya faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dan sebagainya, sedangkan faktor ekstrinsik memotivasi seseorang dari luar untuk mencapai kepuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya.

Maslow (1965) mengatakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Salah satu diantaranya yaitu aktualisasi diri dimana kebutuhan akan aktualisasi diri itu sendiri dengan mendapatkan kepuasan dan menyadari potensi yang ada. McGregor (1966) mengemukakan mengenai dua pandangan manusia yaitu x (negatif) dan teori y (positif), menurut teori x beberapa pengandaian yang dipegang manajer yaitu: 1) Karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan 2) Karyawan akan menghindari tanggung jawab 3) Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua faktor yang dikaitkan dengan kerja. Kontras dengan pandangan negatif ini mengenai kodrat manusia ada empat teori y :

1) Karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain 2) Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran 3) Rata-rata orang akan menerima tanggung jawab 4) Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.

Dari beberapa filosofi tersebut dapat dianalogikan bahwa dengan adanya motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sebagai wujud dari aktualisasi diri akan mendorong karyawan untuk bekerja lebih untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan. Dengan kata lain motivasi dapat membuat kinerja karyawan untuk bekerja lebih giat untuk mencapai suatu tujuan.

Teori Kognitif

Teori kognitif adalah teori yang lebih menekankan pada proses atau upaya dalam memaksimalkan pekerjaannya. Teori kognitif merupakan teori yang jelas, dimana orang akan bekerja dengan baik apabila ada tujuan yang jelas dari pekerjaan tersebut. Pengukuran kinerja non-keuangan memberikan arahan yang jelas apa yang harus dilakukan ketika karyawan tidak tahu apa yang harus mereka kerjakan. Maka dari itu kognitif lebih menekankan pada proses dalam pencapaian tujuan dan dengan dasar dari teori kognitif ini pula dapat dikembangkan bagaimana pengaruh pengukuran non-keuangan terhadap kinerja karyawan.

Model Penelitian

Model penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1

1 3

5

2 4

Pengembangan Hipotesis Penelitian

Hubungan Pengukuran Kinerja Non-Keuangan Terhadap Motivasi Intrinsik

Secara garis besar karyawan akan bekerja kalau dimotivasi dari diri mereka bahwa pekerjaan yang dilakukan dapat memberikan arti bagi mereka (Wong-On-Wing et al., 2010). Selain itu hubungan antara pengukuran non-keuangan dan motivasi intrinsikdapat juga dilihat dari unsur pengukuran non-keuangan itu sendiri. Apabila dibandingkan dengan pengukuran keuangan, pengukuran non-keuangan bisa dikatakan lebih fleksibel karena penilaiannya subjektif (Yuliansyah, 2011). Dengan adanya fleksibelitas ini memungkinkan para anggota untuk meningkatkan kinerja mereka menjadi lebih baik. Peningkatan tersebut bisa terjadi bila adanya motivasi intrinsik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja dan kebanggaan atas pencapaian prestasi kerja dapat menjadi dasar mereka untuk melakukan suatu pekerjaan.Walaupun secara nyata hubungan non-keuangan dengan motivasi intrinsik berdasarkan uraian diatas penelitian non-finansial dengan indikator motivasi intrinsik sudah dilakukan. Misalnya (Lau and Sholihin, 2005) menemukan bahwa ada hubungan positif antara pengukuran non-finansial dengan kepuasan kerja. Selain itu (Hall, 2008) menggunakan indikator motivasi intrinsik yaitu keberartian dalam suatu pekerjaan dengan menggunakan karakteristik pengukuran kinerja dia menemukan bahwa ada hubungan positif antara sistem pengukuran kinerja dengan keberartian. Berdasarkan uraian diatas maka penulis berkesimpulan ada hubungan positif antara non-keuangan dengan motivasi intrinsik. Sehingga penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :

H1: Terdapat hubungan positif antara pengukuran kinerja non-keuangan dan motivasi intrinsik.

Hubungan Pengukuran Kinerja Non-Keuangan Terhadap Motivasi Ekstrinsik

Dalam perusahaan atau organisasi untuk meningkatkan kinerja para karyawannya hal yang sangat penting adalah dukungan dari perusahaan atau organisasi tersebut. Dengan adanya dukungan yang kuat maka produktivitas karyawan akan meningkat, hal ini sudah tentu akan meningkatkan kinerja karyawan tersebut. Salah satu contoh bentuk dukungan tersebut yaitu dengan adanya aturan baku yang telah ditetapkan perusahaan atau organisasi dan juga dengan memberikan motivasi. Motivasi yang dimaksud adalah motivasi ekstrinsik, yang mana motivasi ini dapat dipengaruhi oleh pengukuran kinerja non-keuangan.

Campbell (1990) menyatakan bahwa pengukuran kinerja dapat digunakan untuk memotivasi seorang individu untuk lebih giat bekerja. Secara khusus informasi kinerja diyakini dapat memotivasi karyawan dengan memberikan umpan balik terhadap perilaku kinerja mereka (Ilgen et al, 1979 dalam Hall, 2004). Teori umpan balik menyatakan bahwa informasi kinerja dapat meningkatkan motivasi karyawan dengan memberikan informasi tentang target kinerja (Ilgen et al, 1979 dalam Hall, 2004).

Berdasarkan uraian diatas karena motivasi ekstrinsik adalah dorongan seseorang untuk melakukan sesuatu karena faktor dari luar serta penghargaan adalah salah satu contoh dari motivasi ekstrinsik maka penulis berasumsi ada hubungan positif antara non-keuangan dengan motivasi ekstrinsik. Berdasarkan asumsi tersebut penulis berhipotesis sebagai berikut :

H2 : Terdapat hubungan positif antara pengukuran kinerja non-keuangan dan motivasi ekstrinsik.

Hubungan Motivasi Intrinsik Terhadap Kinerja Karyawan

Kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat individual, karena setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda dalam mengerjakan tugasnya. Pada dasarnya kinerja merupakan sesuatu yang bersifat individual, karena setiap karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dalam mengerjakan tugasnya. Kinerja tergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh.

Kinerja karyawan merupakan hal yang penting bagi perusahaan maupun organisasi. Untuk itu diperlukan suatu motivasi baik dari dalam maupun dari luar. Salah satu unsur yang dapat membentuk kinerja karyawan tersebut adalah motivasi intrinsik, yaitu manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seseorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang bisa juga dikatakan seorang melakukan hobinya.

Motivasi intrinsik mengacu pada keinginan untuk mengeluarkan usaha berdasakan minat dan keuntungan dari pekerjaan yang dilakukan (Deci & Ryan, 2000). Jadi, ketika karyawan secara intrinsik termotivasi, maka secara otomatis mereka akan terdorong untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja mereka dengan belajar lebih dengan melibatkan rasa ingin tahu mereka (Deci & Ryan, 2000) dan tanpa disadari mereka akan berfokus terhadap kinerja yang mereka hasilkan. Jadi, ketika karyawan secara intrinsic termotivasi, maka secara otomatis mereka akan terdorong untuk meningkatkan kinerja mereka (Ryan & Deci, 2000). Dengan demikian dapat disimpulkan motivasi intrinsik cenderung mendorong karyawan untuk fokus terhadap kinerja yang akan dihasilkan dan memberikan kontribusi pada pekerjaan mereka. Maka hipotesis yang dapat diajukan :

H3: Terdapat hubungan positif antara motivasi intrinsik dan kinerja karyawan

Hubungan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kinerja Karyawan

Campbell (1990) menyatakan kinerja individu adalah sebagai sesuatu tindakan yang relevan untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan adanya motivasi dapat dimaksudkan sebagai pemberian daya perangsang kepada keryawan agar karyawan bekerja dengan segala daya dan upaya.

Motivasi adalah daya pedorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi agar mau dan rela untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang yang menjadi tanggung jawab dalam melaksanakan kewajiban sebagai anggota organisasi. Dengan adanya motivasi secara psikologi karyawan terdorong untuk melakukan sesuatu hal berdasarkan kemauan sendiri untuk mendapatkan kepuasan diri. Disinilah peran motivasi ekstrinsik sangat diperlukan, motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen-elemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status, kompensasi, penghargaan dan sebagainya membuat karyawan semangat untuk berusaha agar mendapatkannya. Usaha para karyawan tersebut adalah dengan meningkatkan kinerja dirinya, tentunya peningkatan kinera tersebut harus sesuai dengan aturan organisasi atau perusahaan. Jadi dapat diketahui motivasi ekstrinsik sangat erat pula kaitannya dengan peningkatan kinerja karyawan, yang mana keduanya saling berhubungan dan mempengaruhi. Maka dapat dirumuskan dalam hipotesis :

H4 : Terdapat hubungan positif antara motivasi ekstrinsik dan kinerja karyawan

Hubungan Pengukuran Kinerja Non-Keuangan Terhadap Kinerja Karyawan

Penggunaan pengukuran kinerja non-keuangan sangat penting karena keberhasilan perusahaan tidak hanya ditentukan oleh strategi perusahaan dalam menggunakan data akuntansi dan keuangan saja, tetapi juga sebagian dipengaruhi oleh perilaku individu dalam organisasi tersebut sebagai pekerja untuk melaksanakan strategi tersebut (Otley, 1999). Kinerja karyawan yang baik mengacu pada hasil yang memuaskan melalui pelayanan tentang produk, jasa, metode dan prosedur dan dapat dilakukan dengan pengukuran non-finansial.

Selain itu Sholihin dan Pike (2009) juga mengatakan dengan adanya pengukuran kinerja akan dapat meningkatkan kepuasan bekerja, kepuasan inlah yang dapat meningkatkan kinerja karyawan. Pengukuran kinerja non-keuangan juga memberikan fleksibilitas kepada para karyawan dalam mengeksplorasi dan mengembangkan kemampuan serta kinerja mereka agar dapat menghasilkan cara yang efektif dan efisien untuk mencapai target atau tujuan dari organisasi (Yuliansyah, 2011), hal ini dapat merangsang para karyawan untuk lebih meningkatkan kinerjanya dalam melaksanakan pekerjaan dan tugasnya. Karena itu berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat dirumuskan hipotesis:

H5 : Terdapat hubungan positif antara pengukuran kinerja non-keuangan dan kinerja karyawan.

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian in adalah anggota kepolisian di Bandar Lampung. Alasan studi penelitian ini di lakukan di Kepolisian karena penelitian seperti ini masih sangat langka dan unik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Penelitian ini menggunakan survey, yang dilakukan dengan menyebar kuisioner kepada para karyawan di kepolisian di wilayah Bandar Lampung. Masing-masing item pada pertanyaan dalam kuisioner diukur dengan menggunakan skala likert 1 sampai 7, dimana jawaban poin 1 menunjukkan skala yang sangat rendah dan jawaban poin 7 menunjukkan skala yang sangat tinggi.

Operasional Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang terbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik simpulan (Sugiyono, 2007).

Uji Kualitas Data

Uji Reliabilitas dan Uji Validitas

Uji reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan Partial Least Square (PLS) untuk dapat menganalisis Cronbach’s alpha dan Composite reliability. Sesuai dengan aturan yang berlaku bahwa Cronbach’s alpha lebih dari 0,7 menunjukkan tingkat reliabilitas yang cukup baik (Hulland, 1999).

Pengujian validitas dilakukan dengan menghitung korelasi masing-masing pertanyaan disetiap variabel dengan skor total.

Pengujian validitas menggunakan Partial Least Square (PLS) dapat dilihat dari pengujian validitas convergent dan discriminant. Validitas convergent dihitung dengan melihat skor Average Variance Extracted (AVE) Henseler et al (2009) mengatakan bahwa nilai validitas convergent sangat baik apabila skor AVE di atas 0,5.

Validitas discriminant merupakan validitas yang selanjutnya, pengujian validitas ini bertujuan untuk melihat apakah suatu item itu unik dan tidak sama dengan konstruk lain dalam model (Hulland, 1999). Validitas discriminant dapat diuji dengan dua metode yaitu dengan metode Fornell-Larcker dan Cross-Loading. Metode Fornell-Larcker dapat dilakukan dengan membandingkan square roots atas AVE dengan korelasi partikel laten. Variabel discriminant dikatakan baik apabila square roots atas AVE sepanjang garis diagonal lebih besar dari korelasi antara satu konstruk dengan yang lainnya. Selain itu metode Cross-Loading menyatakan bahwa semua item harus lebih besar dari konstruk lainnya (Al-Gahtani, Hubona & Wang, 2007).