POLA KOMUNIKASI DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM MENANGGULANGI KELEBIHAN MUATAN PENUMPANG PADA KENDARAAN UMUM

Gigih Mahendradipta Febrian Mahardika

Sutopo J. K.

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

Department of Transportation is a government agency that organizes some government affairs and public services in the field of transportation. The Transportation Department has a stake in regulating the issue of passenger load on public transport, including public transportation. Which on the angkot vehicle is often encountered a violation of the overload of passengers.

This study explains how the communication pattern of the Transportation Department in overcoming the problem of passenger overload, and why the problem of overload of passengers is still often encountered. In addition, this study aims to know how the Department of Transportation socialize efforts to reduce the overload of passengers so that it does not happen again in the future.

This research uses descriptive qualitative method with data collection technique using interview, questionnaire, survey and documentation. The object of research is the informants who come from the Department of Transportation, the Police, the School, the Angkot Driver and the Student associated with the issue of overload of passengers.

Based on the result of the research, it is known that the communication commodification pattern using the interpersonal communication to the public transportation driver is good. Evidenced by the willingness and understanding of the angkot drivers. But it has obstacles in the form of deposit factor, the angkot operating hours, the number of vehicle fleets and the psychological factors of the learner.

To that end, the authors advise the Department of Transportation to work more closely with Traffic Police in the procurement of operations on the highway, reinforce the sanctions given to public transportation drivers, giving alarms in public transportation agencies and more using various media, such as social media, print and electronic, in an effort to overcome the overload of passengers.

Keywords: communication pattern, interpersonal communication, Department of Transportation

Pendahuluan

Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk Kabupaten Karangnyar maka pertambahan jumlah kendaraan bermotor pribadi pun ikut mengalami peningkatan. Seperti yang dilansir oleh Samsat Kabupaten Karanganyar kepada awak media Suara Merdeka (Rabu, 24 Februari 2016), bahwa sampai penghujung tahun 2015, jumlah kendaraan pribadi baru dan balik nama sebanyak 252.222 unit, lebih banyak dibanding tahun sebelumnya yakni sebesar 191.971 unit.

Penambahan unit kendaraan pada sektor transportasi umum harus memperhatikan penempatan jumlah unit tiap desanya. Misalnya unit kendaraan transportasi umum tersebut tidak hanya memfokus pada pusat Kota Karanganyar, tetapi juga menyeluruh di desa-desa. Hal ini berkaitan pula dengan jumlah data yang dihimpun pada situs resmi Kabupaten Karanganyar, bahwasanya jumlah kendaraan bermotor pribadi pada masyarakat di desa-desa lebih sedikit daripada dengan masyarakat kota. Jadi, dengan demikian penempatan unit kendaraan transportasi umum juga memperhatikan sarana transportasi di desa-desa.

Hal ini serupa dengan contoh kasus di daerah Matesih, Karanganyar. Dimana dengan minimnya jumlah transportasi angkot yang menghubungkan Kecamatan Matesih ke Karanganyar maupun dari Kecamatan Matesih ke Karangpandan menyebabkan kelebihan muatan setiap jam-jam berangkat sekolah maupun pulang sekolah pada angkot-angkot tersebut. Bahkan banyak dari pelajar-pelajar tersebut rela atau bahkan sangat senang bergelantungan di badan mobil angkot atau bahkan duduk di atas badan angkot tersebut.

Gambar 1.1 Para pelajar yang bergelantungan pada angkot Matesih-Karanganyar (Sumber : Google)

Maka dari itu untuk menanggulangi hal tersebut, penambahan unit kendaraan dapat direalisasikan, terlebih di jam-jam padat. Seperti jam pulang – berangkat sekolah. dikarenakan untuk saat ini jumlah angkot di Matesih belum lah banyak dibandingkan jumlah penduduknya, yakni berkisar antara 9-10 angkot untuk jurusan Matesih - Karanganyar dan 10 angkot untuk jurusan Matesih - Karangpandan. Selain itu juga dapat dilakukan sosialisasi bagi sopir maupun pihak pelajar, guna memberi peringatan supaya tidak melakukan hal-hal berbahaya tersebut. Juga diperlukan adanya strategi dan pola komunikasi yang tepat untuk menanggulangi masalah transportasi tersebut.

Rumusan Masalah

  1. Seberapa efektif kah pola komunikasi yang dilakukan Dinas Perhubungan Kabupaten Karanganyar dalam upaya mensosialisasikan tentang pentingnya keselamatan penumpang dalam menggunakan angkutan umum di Kabupaten Karanganyar?
  2. Kendala-kendalaapasaja yang dihadapiolehpihakDinasPerhubunganKabupatenKaranganyardalam upaya menanggulangi kelebihan muatan penumpang?

Telaah Pustaka

  1. Komunikasi

Komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, yang artiya sama. Maksudnya adalah komunikasi dapat terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Komunikasi menurut Onong Uchjana Effendy adalah suatu proses dalam menyampaikan pesan dari seseorang kepada orang lain dengan bertujuan untuk memberitahu, mengeluarkan pendapat, mengubah pola sikap atau perilaku baik langsung maupun tidak langsung.

Laswell mengatakan cara yang tepat untuk memahami komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan : Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?

Paradigma Laswell diatas menunjukkan bahawa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan, antara lain :

1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)

2. Pesan (mengatakan apa?)

3. Media (melalui saluran / media apa?

4. Komunikan (kepada siapa?)

5. Efek (dengan dampak / efek apa?)

Kunci utama dari definisi ini adalah diperlukan kesamaan pikiran yang dikembangkan antara pengirim dan penerima jika terjadi komunikasi. Kesamaan pemikiran ini membutuhkan adanya hubungan saling berbagi (sharing) antara pengirim (seperti pengiklan) dengan penerima (konsumen). Menurut Shimp (2003:163) Semua aktivitas komunikasi melibatkan delapan elemen berikut :

a. Sumber

b. Penerjemahan

c. Pesan

d. Saluran

e. Penerima

f. Interpretasi

g. Gangguan

h. Umpan Balik

  1. Pola Komunikasi

“Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami” (Djamarah, 2004:1).

“Dimensi pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola yang berorientasi pada konsep dan pola yang berorientasi pada sosial yang mempunyai arah hubungan yang berlainan” (Sunarto, 2006:1) Tubbs dan Moss mengatakan bahwa “pola komunikasi atau hubungan itu dapat dicirikan oleh : komplementaris atau simetris. Dalam hubungan komplementer satu bentuk perilaku dominan dari satu partisipan mendatangkan perilaku tunduk dan lainnya. Dalam simetri, tingkatan sejauh mana orang berinteraksi atas dasar kesamaan. Dominasi bertemu dengan dominasi atau kepatuhan dengan kepatuhan” (Tubbs, Moss, 2001:26). Disini kita mulai melihat bagaimana proses interaksi menciptakan struktur sistem. Bagaimana orang merespon satu sama lain menetukan jenis hubungan yang mereka miliki.

  1. Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi memiliki berbagai jenis dan salah satu jenisnya yaitu komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi terjadi dalam konteks satu komunikator dengan satu komunikan (komunikasi diadik, dua orang) satu komunikator dengan dua komunikan (komunikasi triadik, tiga orang) lebih dari tiga orang biasanya dianggap komunikasi kelompok. Komunikasi antarpribadi dapat berlangsung secara tatap muka atau menggunakan media komunikasi antarpribadi (non media massa), seperti telepon.

Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator relatif cukup mengenal komunikan dan sebaliknya, pesan dikirim secara simultan dan spontan relatif kurang terstruktur, demikian pula halnya dengan umpan balik yang dapat diterima dengan segera. Dalam sirkuler, peran komunikator dan komunikan terus dipertukarkan, karenanya dikatakan bahwa kedudukan komunikator dan komunikan relatif setara. Proses ini lazim disebut dialog walaupun dalam konteks tertentu dapat juga terjadi monolog, hanya satu pihak yang mendominasi percakapan. Efek komunikasi antarpribadi tataran yang paling kuat diantara tataran komunikasi lainnya. Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator dapat mempengaruhi langsung tingkah laku (efek Konatif) dari komunikasinya, memamfaatkan pesan verbal dan non verbal, serta segera berubah atau menyesuaikan pesannya apabila didapat umpan balik negatif. (Dani Vardiansyah, 2004:30-31)

Joseph A.Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book” mendefinisikan “komunikasi antar pribadi sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”.

  1. Komunikasi Persuasif

Komunikasi persuasif merupakan proses komunikasi antar individu. Komunikasi tersebut terjadi di mana komunikator mengunakan simbol-simbol untuk mempengaruhi pikiran si penerima sebagai dengan sendirinya, komunikator dapat merubah tingkah laku dan perbuatan audiens. (K. E. Anderson, 1972:218)

Komunikasi persuasif sebagai komunikasi yang mengetengahkan pembicaraan yang sifatnya memperkuat, memberikan ilustrasi dan menyodorkan informasi kepada khalayak. Akan tetapi tujuan pokoknya adalah menguatkan atau mengubah sikap dan perilaku, sehingga penggunaan fakta, pendapat dan himbauan motivasional harus bersifat memperkuat tujuan persuasifnya. (Devito, 2011:121). Dari penjelasan tersebut, Devito mengemukakan terdapat dua macam tujuan atau tindakan yang ingin dicapai dalam melakukan komunikasi persuasif. Tujuan tersebut dapat berupa untuk mengubah sikap atau perilaku receiver atau untuk memotivasi perilaku receiver. Agar dapat mengubah sikap dan perilaku, seorang persuader harus mempertimbangkan factor-faktor berikut:

a) Kejelasan tujuan

Tujuan komunikasi persuasif adalah untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku. Apabila bertujuan untuk mengubah sikap maka berkaitan dengan aspek afektif, mengubah pendapat maka berkaitan dengan aspek kognitif, sedangkan mengubah perilaku maka berkaitan dengan aspek motorik.

b) Memikirkan secara cermat orang yang dihadapi

Sasaran persuasif memiliki keragaman yang cukup kompleks. Keragaman tersebut dapat dilihat dari karakteristik demografis, jenis kelamin, level pekerjaan, suku bangsa, hingga gaya hidup. Sehingga, sebelum melakukan komunikasi persuasif sebaiknya persuader mempelajari dan menelusuri aspek-aspek keragaman sasaran persuasif terlebih dahulu.

c) Memilih strategi komunikasi yang tepat

Strategi komunikasi persuasif merupakan perpaduan antara perencanaan komunikasi persuasif dengan manajemen komunikasi. Hal yang perlu diperhatikan seperti siapa saja sasaran persuasif, tempat dan waktu pelaksanaan komunikasi persuasif, apa yang harus disampaikan, hingga mengapa harus disampaikan.

  1. Dinas Perhubungan

Dinas Perhubungan merupakan Dinas Daerah yang menyelenggarakan sebagian urusan pemeritah dan pelayanan umum di bidang perhubungan. Sebelum berubah menjadi Dinas Perhubungan pada tahun 2000, dahulu bernama Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Propinsi. Kemudian dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2001 diubah menjadi Dinas Perhubungan.

Dinas Perhubungan dalam melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi :

  1. Perumusan kebijakan teknis penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dibidang perhubungan, komunikasi dan informatika yang meliputi perhubungan, pengendalian operasional keselamatan jalan, komunikasi dan informatika serta kesekretariatan
  2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelaksanaan pelayanan umum di bidang perhubungan, komunikasi dan informatika yang meliputi perhubungan, pengendalian operasional keselamatan jalan, komunikasi dan informatika serta kesekretariatan
  3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perhubungan, komunikasi dan informatika yang meliputi perhubungan, pengendalian operasional keselamatan jalan, komunikasi dan informatika serta kesekretariatan
  4. Pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis dalam lingkup Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
  5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Metode Penelitian

Pada penelitian kali ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Penelitian deskriptif kualitatif menekankan pada kenyataan yang terjadi di lapangan melalui catatan dan hasil pengamatan.

Wawancara dilakukan untuk mengetahuikeseharian sopir angkot, pelajar dan Dinas Perhubungan yang menjadi populasi dalam penelitian, dengan mengambil sampel sebanyak 6 sopir, 18 pelajar, 1 orang pihak Dishub, 1 orang pihak kepolisian dan 1 orang pihak sekolah. Yang mana hal itu berfungsi untuk mengetahui permasalahan terjadinya kelebihan muatan penumpang. Observasi dilakukan selama dua periode, dengan masing-masing dilakukan selama satu minggu. Lokasi observasi berada di terminal dan jalan raya yang dilalui angkot dari terminal menuju ke sekolah. Dengan triangulasi metode untuk validitas data.

Selanjutnya dilakukan analisis isi dengan pendekatan Miles dan Huberman yaitu interactive media. Pada teknik analisis data ini terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan serta pengujian kesimpulan.

Sajian dan Analisis Data

1)Efektifitas Pola Komunikasi Dinas Perhubungan

Dalam mengatasi masalah kelebihan muatan penumpang, pihakDishub Kabupaten Karanganyar menggunakan komunikasi interpersonal, langsung dengan Sopir Angkot.Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula.(Agus M. Hardjana, 2003:32).

Komunikasi interpersonal dinilai sangat efektif dalam menyampaikan pesan, dikarenakan komunikasi tersebut dapat menimbulkan timbal balik secara langsung. Hal ini dilakukan pula oleh pihak Dishub Kabupaten Karanganyar dalam upaya mensosialisasikan bahaya kelebihan muatan penumpang kepada para sopir angkot. Yang diharapkan, sopir angkot juga ikut aktif dalam menanggapi sosialisasi yang disampaikan oleh pihak Dishub.

Sosialisasi yang dilakukan pihak Dishub berada di ruang terbuka dan ruang tertutup. Yakni di terminal dan di kantor Dishub. Sosialisasi di terminal dilakukan oleh tim penyidik, yang mana sosialisasi tersebut akan dilakukan saat tim menyidik mendapati adanya pelanggaran kelebihan muatan, dengan memberikan penyuluhan dan peringatan. Tetapi sosialisasi rutin di terminal dilakukan dengan durasi dua bulan sekali. Sementara di ruang tertutup yakni di kantor Dishub, sosialisasi dilakukan oleh ketua Dishub dan staf pelaksana saat acara-acara tertentu dengan nuansa yang formal.

Komunikasi yang dilakukan oleh pihak Dishub bersifat formal. Artinya, terdapat kesenggangan antara pihak komunikator dan komunikan. Hal ini dapat mempengaruhi kemauan dari komunikan untuk menyampaikan aspirasinya. Meskipun demikian pihak Dishub sangat terbuka untuk menerima respon dari sopir angkot.

Meski demikian, Pihak Dishub pun juga mempersesuasi para sopir angkot agar menjalankan pesan yang telah disampaikan. Hal tersebut dilakukan oleh pihak Dishub terkait bagaimana pentingnya tanggung jawab sopir terhadap keselamatan penumpang. Sebagaimana hal tersebut didukung dengan angket yang disebarkan kepada sopir angkot.

Yang pertama, pihak sopir angkot menyatakan bahwa mereka telah memperingatkan kepada para pelajar agar tidak menaiki badan angkot.

Tabel 3.3

Pernyataan Responden tentang Kesadaran Sopir Angkot

No. / KategoriJawaban / F / Persen (%)
1. / Pernah / 6 / 100%
2. / Tidak, / 0 / 0%
3. / Jarang / 0 / 0%
Jumlah / 6 / 100%

Sumber: KuesionerPertanyaan No. 9

Berdasarkan tabel 3.29, semua responden yang berjumlah 6 orang menjawab pernah melarang penumpang untuk tidak bergelantungan dengan persentase 100%. Yang artinya adalah bahwa sebenarnya, sopir angkot telah melakukan tugasnya yang telah disosialisasikan oleh pihak Dishub, yakni melarang penumpang agar tidak menaiki bahu kendaraan atau bergelantungan. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi adanya kecelakaan.

Yang kedua, sopir angkot pun juga telah melakukan dan melaksankan solusi yang diberikan pihak Dishub. Meskipun dari 6 responden, terdapat 1 yang menyatakan masih ragu-ragu untuk menjalankan solusi tersebut.

Tabel 3.4

PernyataanRespondententangTahapPemahaman

No. / KategoriJawaban / F / Persen (%)
1. / Iya, menjalankansolusitersebut / 5 / 83,3%
2. / Ragu-ragu dan masih berpikir / 1 / 16,7%
3. / Tidak / 0 / 0%
Jumlah / 6 / 100%

Sumber: KuesionerPertanyaan No. 15

Berdasarkan tabel 3.20 angka tertinggi sejumlah 5 responden menyatakan akan menjalankan solusi yang diberikan oleh pihak Dishub dengan persentase 83,3%. Kemudian 1 responden lainnya menjawab ragu-ragu dan masih berpikir dengan persentase 16,7% dan tidak ada satupun responden yang menjawab tidak.Hal ini mempertegas jika mayoritas sopir sebenarnya ingin dan telah menjalankan pesan yang disampaikan oleh pihak Dishub, dengan solusi-solusi yang telah diberikan.

2)Hambatan

Hambatan merupakan masalah yang dihadapi pihak Dishub dalam memberikan penyuluhan terkait mengurangi kelebihan muatan penumpang pada angkot. Hambatan terjadi dikarenakan beberapa faktor. Salah satunya faktor komunikasi yang mana hal tersebut dapat sangat mempengaruhi hasil dari pesan yang telah disampaikan oleh pihak Dishub.

Pola komunikasi Dishub yang telah dilakukan terbentur oleh adanya beberapa faktor. Seperti faktor genetik. Faktor genetik tersebut antara lain :

  1. Kejar Setoran oleh Sopir Angkot
  2. Jam angkot beroperasi
  3. Jumlah armada kendaraan
  4. Faktor psikologis pelajar

Hal di atas lah yang menyebabkan, bagaimana pola komunikasi Dishub dinilai kurang efektif, meskipun sebenarnya sudah baik. Terlebih pihak Dishub juga tidak mungkin setiap harinya terjun ke lapangan atau ke jalanan untuk mengatasi masalah tersebut dan menjadi sebuah kendala tersendiri.

Sementara untuk faktor genetik, faktor kejar setoran merupakan sebuah faktor yang didasari oleh adanya faktor pemenuhan kebutuhan. Meskipun sesuai dengan hasil kuesioner yang telah dibagikan kepada sopir angkot, bahwa seluruh responden yang berjumlah 6 orang mengatakan memahami mengenai larangan untuk menarik angkot dengan penumpang bergelantungan. Tetapi faktor kebutuhan menjadi salah satu hal yang mendasari mengapa sopir angkot masih menarik angkotnya dengan penumpang yang bergelantungan. Terlebih penghasilan mereka yang dirasa masih terbilang pas-pas an bahkan cenderung kurang. Pun bahkan di hari kerja yang notabene seharusnya menjadi sumber pendapatan yang lebih.

Faktor kedua dan ketiga adalah jam angkot beroperasi dan jumlah armada yang beroperasi. Hal tersebut saling berkaitan erat. Dimana hal ini juga mendukungbagaimana kelebihan muatan tersebut terjadi. Ditambah, hal itu juga saling berkaitan dengan angket yang disebarkan kepada pelajar yang mengatakan jika intensitas kedatangan angkot, mempengaruhi bagaimana mereka menaiki angkot. Hal tersebut juga berkaitan, kapan para pelajar memulai jam keberangkatan mereka.