SESINDO 2011-Jurusan Sistem Informasi ITS
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PENERIMAAN TERHADAP NIAT PEMAKAI SISTEM ERP DENGAN BUDAYA
SEBAGAI VARIABEL MODERATOR
Grace T. Pontoh
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin
Jl. Sunu Komp. Unhas Baraya LX-7, Makassar, 90213
Telp.: (0411) 449825, Fax: (0411) 3621521
E-mail:
Abstract
ERP system is a complex system for integrating all business processes within a company. Implementation of ERP systems will not work effectively and billions of investment dollars will be wasted. Failure or delay of successful implementation of ERP systems is generally caused by human factors. The purpose of this study was to examine and analyze subjective norm, perceived enjoyment, perceived usefulness, and perceived ease of use on intention to use ERP system with culture as a moderator variable. Research design was non-experimental and type of research was an explanatory research or a hypothesis testing for causal studies. Dimension of time was a cross sectional. Data collection techniques was closed questionnaire that distributed by email and be filled online on the website. The respondents were the users of the companies who have adopted the ERP system in Indonesia with a sample of 153. The unit of analysis was the individual and the data were analyzed using Analysis of Moment Structure 18 software (AMOS 18). The results of this study indicate that (1) subjective norm did not affect perceived ease of use and perceived usefulness, but it has a significant positive effect on the perceived enjoyment and on the intention to use ERP system. (2) Perceived enjoyment has a significant positive effect on the perceived ease of use and on the perceived usefulness, but it did not affect the intention to use ERP system. (3) The effect of perceived ease of use on perceived usefulness is moderated by uncertainty avoidance culture dan masculinity/femininity culture. The effect of perceived ease of use on intention to use ERP system is not moderated by uncertainty avoidance cultures, but it moderated by masculinity/femininity culture. The effect of perceived usefulness on intentions to use ERP system is moderated by uncertainty avoidance culture and masculinity/femininity culture.
Keywords: subjective norm, perceived enjoyment, technology acceptance model, intention to use ERP, culture
1
SESINDO 2011-Jurusan Sistem Informasi ITS
1
SESINDO 2011-Jurusan Sistem Informasi ITS
1. PENDAHULUAN
Model penerimaan teknologi atau technology acceptance model atau TAM (Davis, 1989; Davis et al., 1989) merupakan model penerimaan teknologi yang bisa menjelaskan dan memprediksi niat seseorang untuk menggunakan teknologi. Kemudahan dan kegunaan sistem informasi merupakan penentu yang penting akan niat seseorang untuk menerima dan menggunakan teknologi.
Penelitian ini mengembangkan model TAM dengan memasukkan dua variabel eksternal, yaitu persepsi kesenangan dan norma subjektif. Persepsi kesenangan merupakan penentu yang penting dalam mengadopsi dan mengimplemen-tasikan sistem ERP (Hwang, 2005) dan dapat digunakan sebagai enabler untuk kemudahan penggunaan teknologi (Sun and Zhang, 2006). Mengingat sistem ERP merupakan sistem yang kompleks (Amoako-Gyampah, 2007) maka dengan memasukkan persepsi kesenangan sebagai variabel motivasi intrinsik diharapkan dapat menjadi enabler bagi pemakai untuk menggunakan sistem ERP. Penelitian-penelitian TAM yang memasukkan norma subjektif menunjukkan hasil yang mixed dan perannya tidak menyakinkan (Lee et al., 2003; Schepers and Wetzels, 2007).
Penelitian ini juga menghubungkan variabel-variabel TAM dengan dimensi budaya Hofstede (2001). Budaya kerja setiap negara berbeda-beda sehingga penerimaan dan penggunaan teknologi informasi di setiap negara pun berbeda-beda (McCoy et al., 2007). Dua dimensi budaya Hofstede yang dimasukkan dalam model studi ini adalah penghindaran ketidakpastian dan maskulinitas/femininitas. Kedua dimensi ini sangat berhubungan dengan teknologi (Hofstede, 2001: 145; Venkatesh and Morris, 2000; Gefen and Straub, 1997).
Berdasarkan uraian di atas, apakah norma subjektif, persepsi kesenangan berpengaruh terhadap model penerimaan teknologi yang dimoderasi oleh budaya penghindaran ketidakpastian dan maskulinitas/femininitas? Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh norma subjektif, persepsi kesenangan terhadap model penerimaan teknologi yang dimoderasi oleh budaya penghindaran ketidakpastian dan budaya maskulinitas/femininitas.
2. KERANGKA TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Teori Tindakan Beralasan
Teori tindakan beralasan atau theory of reasoned action (TRA), yang dikembangkan oleh Fishbein and Ajzen (1975: 302), mendefinisikan bahwa norma subjektif ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan normatif orang lain yang akan mempengaruhi niatnya untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan. Dalam studi ini, norma subjektif adalah sejauh mana seseorang memandang pengaruh orang lain yang penting bagi dirinya untuk menggunakan sistem ERP. Pengaruh sosial yang mempengaruhi perilaku seseorang dapat melalui kepatuhan, identifikasi, dan internalisasi. Sistem ERP merupakan sistem mandatori sehingga pengaruh norma subjektif terhadap niat perilaku melalui kepatuhan. Pengaruh sosial melalui internalisasi menunjukkan bahwa pemakai sistem ERP menerima pengaruh dari orang-orang penting karena sependapat mengenai kegunaan, kesenangan, dan kemudahan penggunaan sistem tersebut. Pengaruh sosial melalui identifikasi menunjukkan bahwa pemakai sistem ERP menerima pengaruh dari orang-orang penting karena untuk menjalin hubungan dan mendapatkan status dalam kelompok kerja. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan norma subjektif berpengaruh langsung signifikan terhadap persepsi kemudahan penggunaan, persepsi kegunaan, persepsi kesenangan, dan niat menggunakan teknologi (Venkatesh and Davis, 2000; Venkatesh and Morris, 2000; Lucas and Spitler, 1999; Taylor and Todd, 1995; Srite, 2006; Yi et al., 2006; Kim et al., 2009). Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut.
H1a: Norma subyektif berpengaruh signifikan terhadap persepsi kemudahan penggunaan.
H1b: Norma subyektif berpengaruh signifikan terhadap persepsi kegunaan.
H1c: Norma subyektif berpengaruh signifikan terhadap persepsi kesenangan.
H1d: Norma subyektif berpengaruh signifikan terhadap niat menggunakan sistem ERP.
2.2 Persepsi Kesenangan
Persepsi kesenangan menurut Davis et al. (1992) adalah motivasi intrinsik seseorang untuk menerima dan menggunakan teknologi atau dengan kata lain pribadi orang tersebut senang dengan aktivitas menggunakan teknologi. Dalam studi ini, persepsi kesenangan adalah sejauh mana seseorang memandang aktivitas menggunakan sistem ERP menyenangkan secara pribadi dalam dirinya. Orang yang secara intrinsik merasa senang dengan sistem ERP tidak melihat penggunaan sistem ERP sebagai usaha yang serius dan melaksanakan tugas-tugasnya dengan lebih cepat, serta berniat untuk menggunakan sistem ERP secara berkesinambungan. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan persepsi kesenangan berpengaruh langsung signifikan terhadap persepsi kemudahan penggunaan, persepsi kegunaan, dan niat menggunakan teknologi (Venkatesh, 2000; Agarwal and Karahanna, 2000; Venkatesh et al., 2002; Yi and Hwang, 2003; Hwang, 2005; Sun and Zhang; 2006; Venkatesh et al., 2002). Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut.
H2a: Persepsi kesenangan berpengaruh signifikan terhadap persepsi kemudahan penggunaan.
H2b: Persepsi kesenangan berpengaruh signifikan terhadap persepsi kegunaan.
H2c: Persepsi kesenangan berpengaruh signifikan terhadap niat menggunakan sistem ERP.
2.3 Model Penerimaan Teknologi
Model penerimaan teknologi atau technology acceptance model (TAM) merupakan model yang dikembangkan oleh Davis (1989) berdasarkan model TRA dengan menambah-kan dua konstruk utama ke dalam model tersebut, yaitu konstruk persepsi kegunaan dan persepsi kemudahan penggunaan.
Persepsi kegunaan didefinisikan oleh Davis (1989) sebagai tingkat di mana pemakai percaya bahwa menggunakan sistem tertentu akan meningkatkan kinerjanya dalam bekerja. Definisi ini menunjukkan bahwa persepsi kegunaan merupakan suatu kepercayaan tentang proses pengambilan keputusan dalam hal ini menerima dan menggunakan suatu sistem.. Sistem ERP akan digunakan apabila pemakai percaya bahwa sistem tersebut akan memberi manfaat. Ini menunjukkan sejauh mana kepercayaan seseorang dalam menggunakan sistem ERP akan meningkatkan kinerjanya, produktivi-tasnya, dan keefektivannya dalam bekerja.
Persepsi kemudahan penggunaan didefinisikan oleh Davis (1989) sebagai tingkat di mana pemakai percaya bahwa menggunakan sistem tertentu akan bebas dari usaha. Sama halnya dengan persepsi kegunaan, definisi ini juga menunjukkan bahwa persepsi kemudahan penggunaan merupakan suatu kepercayaan tentang proses pengambilan keputusan. Sistem ERP akan digunakan apabila pemakai percaya bahwa sistem tersebut mudah digunakan. Ini juga menunjukkan sejauh mana kepercayaan seseorang dalam menggunakan sistem ERP akan bebas dari usaha.
2.4 Dimensi Budaya Hofstede
Budaya mempengaruhi cara manusia bertindak di dalam organisasi. Bagaimana orang bekerja, memandang pekerjaan mereka, bekerja bersama rekan kerja, dan memandang masa depan sebagian besar ditentukan oleh norma budaya, nilai-nilai, dan kepercayaan (Ott dalam Gibson et al., 1996). Budaya organisasi perusahaan yang berorientasi global akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh budaya nasional di mana perusahaan itu beroperasi.
Hofstede (2001: 1) mendefinisikan budaya sebagai “collective programming of the mind”. Definisi budaya ini membedakan tiga tingkat mental programming, yaitu universal, collective, dan individual. Tingkat universal dibentuk oleh hampir semua orang. Tingkat kolektif dibentuk dengan beberapa orang. Tingkat individual menentukan keunikan pribadi individu. Hofstede (2001: 29) menyatakan bahwa masyarakat menghadapi serangkaian masalah dasar yang sama dan harus mengatasi masalah tersebut, namun cara masyarakat mengatasi masalah tersebut berbeda-beda tergantung pada budayanya. Dua dimensi budaya Hofstede (2001: 161, 297) yang digunakan dalam penelitian ini adalah penghindaran ketidakpastian dan maskulinitas/ femininitas.
Budaya penghindaran ketidakpastian menurut Hofstede (2001: 161) adalah tingkat di mana orang merasa terancam oleh ketidakpastian atau situasi yang tidak diketahui. Orang yang memiliki tingkat yang tinggi pada dimensi budaya ini, perilakunya dipengaruhi oleh adanya kecemasan akan ketidakpastian sehingga mereka berusaha menghindari ketidakpastian dengan berbagai cara. Memiliki kehidupan yang stabil dan aman sangatlah penting bagi mereka. Dalam organisasi, orang mencoba mengatasi ketidakpastian dengan teknologi, peraturan, dan ritual (Hofstede, 2001: 145).
Budaya maskulinitas/femininitas menurut Hofstede (2001: 297) adalah maskulinitas berarti orang yang peran social gender-nya secara jelas dapat dibedakan, sedangkan femininitas berarti orang yang peran social gender-nya tumpang tindih.. Dalam budaya maskulinitas, pria lebih mementingkan tujuan keakuan (ego) seperti karier dan penghasilan, sedangkan wanita lebih mementingkan tujuan sosial, seperti persahabatan, membantu orang lain, dan lingkungan fisik. Dalam budaya feminitas, baik pria maupun wanita lebih mementingkan tujuan sosial. Situasi kerja di perusahaan di mana orang-orang yang memiliki budaya maskulinitas percaya bahwa hidup untuk bekerja, menekankan pada kinerja, wanita memilih pemimpin pria, pria dipaksa berambisi dalam karier, sedikit wanita dalam manajemen, manajer diharapkan menjadi tegas, adil, dan kompetitif (Hofstede, 2001: 313). Sebaliknya, orang-orang yang memiliki budaya femininitas percaya bahwa bekerja untuk hidup, menekankan pada kualitas hidup, wanita memilih pemimpin wanita, pria dan wanita berambisi dalam karier, banyak wanita dalam manajemen, manajer diharapkan menggunakan intuisi, berhubungan dengan perasaan, dan mencari kata sepakat (Hofstede, 2001: 313).
2.5 Moderasi Budaya Penghindaran Ketidakpastian terhadap Model Penerimaan Teknologi
Budaya penghindaran ketidakpastian mengacu pada keadaan di mana orang merasa terancam oleh situasi yang tidak jelas dan mencoba untuk menghindari situasi tersebut. Orang-orang yang berbudaya penghindaran ketidakpastian yang tinggi akan berbuat apa saja yang terbaik untuk menghindari ketidakpastian. Sebaliknya, orang-orang yang berbudaya penghindaran ketidakpas-tian yang rendah tidak berusaha menghindari ketidakpastian dan berani menerima resiko. Kegunaan dan kemudahan penggunaan sistem merupakan dua faktor yang bisa mengurangi ketidakpastian sehingga orang-orang yang berbudaya penghindaran ketidakpastian yang tinggi akan memperkuat pengaruh persepsi kemudahan penggunaan terhadap persepsi kegunaan, serta pengaruh persepsi kemudahan penggunaan dan persepsi kegunaan terhadap niat menggunakan ERP. Sebaliknya, orang-orang yang berbudaya penghindaran ketidakpastian yang rendah akan memperlemah pengaruh persepsi kemudahan penggunaan terhadap persepsi kegunaan, serta pengaruh persepsi kemudahan penggunaan dan persepsi kegunaan terhadap niat menggunakan ERP. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut.
H3a: Budaya penghindaran ketidakpastian memoderasi pengaruh persepsi kemudahan penggunaan terhadap persepsi kegunaan.
H3b: Budaya penghindaran ketidakpastian memoderasi pengaruh persepsi kemudahan penggunaan terhadap niat menggunakan sistem ERP.
H3c: Budaya penghindaran ketidakpastian memoderasi pengaruh persepsi kegunaan terhadap niat menggunakan sistem ERP.
2.6 Moderasi Budaya Maskulinitas/ Femininitas terhadap Model Penerimaan Teknologi
Budaya maskulinitas mengacu pada sikap tegas, kuat, dan berfokus pada kesuksesan material, sedangkan budaya femininitas mengacu pada sikap rendah hati, lemah lembut, dan memperhatikan kualitas hidup. Baik orang-orang berbudaya maskulinitas maupun orang-orang berbudaya femininitas dua-duanya mementingkan kegunaan sistem karena orang-orang berbudaya maskulinitas menekankan pada sasaran kerja, seperti penghasilan dan promosi, pengakuan, dan peningkatan kinerja dan orang-orang yang berbudaya femininitas menekankan sasaran personal, seperti persahabatan, lingkungan yang menyenangkan, keamanan posisi. Orang-orang berbudaya femininitas juga mementingkan kemudahan penggunaan sistem karena sistem yang mudah tidak menimbulkan tekanan dalam bekerja sehingga lingkungan kerja menyenangkan dan kualitas hidup lebih baik. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut.
H4a: Budaya maskulinitas/femininitas memode-rasi pengaruh persepsi kemudahan penggunaan terhadap persepsi kegunaan.
H4b: Budaya maskulinitas/femininitas memo-derasi pengaruh persepsi kemudahan penggunaan terhadap niat menggunakan sistem ERP.
H4c: Budaya maskulinitas/femininitas memode-rasi pengaruh persepsi kegunaan terhadap niat menggunakan sistem ERP.
3. ANALISIS DATA
Pemakai sistem ERP pada perusahaan-perusahaan yang telah mengadopsi sistem ERP di Indonesia merupakan responden penelitian ini. Daftar perusahaan-perusahaan yang telah mengadopsi sistem ERP diperoleh dari beberapa vendor sistem ERP di Indonesia dan pencarian lainnya di website. Kuesioner dibuat dalam bentuk website dan diisi secara on-line serta disebarkan melalui email sebanyak 400 eksemplar dan direspon sebanyak 196 eksemplar. Sebanyak 43 observasi tidak dapat digunakan sehingga yang dapat digunakan sebesar 153 observasi. Kuesioner diadopsi dan dikembangkan dari beberapa referensi, yaitu noma subjektif (Venkatesh and Davis, 2000), persepsi kesenangan (Davis et al., 1992), persepsi kegunaan dan kemudahan penggunaan (Davis, 1989), niat menggunakan (Hwang, 2005) dan budaya penghindaran ketidakpastian dan maskulinitas/femininitas (Mc. Coy et al., 2005). Item-item kuesioner diukur dengan menggunakan skala Likert dengan lima pilihan jawaban. Jawaban yang disediakan dari nilai terendah (diberi poin 1) sampai dengan nilai tertinggi (diberi poin 5).
Tes awal (pretest) dan uji pilot (pilot test) dilakukan terhadap instrumen penelitian ini. Tes awal dilakukan oleh akademisi dan praktisi untuk mengkonfirmasi item-item yang membentuk kontruk-konstruk tersebut. Hasil dari tes awal ini adalah terdapat beberapa perbaikan dari sisi bahasa maupun isi kuesioner. Uji pilot dilakukan terhadap mahasiswa yang telah mengikuti pelatihan ERP di kampus dan juga dikirim ke milis Indonesian Production and Operations Management Society (IPOMS). Data terkumpul sebanyak 33 responden dan diuji dengan menggunakan SPSS 12. Uji pilot dilakukan untuk penilaian reliabilitas awal dari skala-skala yang diukur dengan menggunakan nilai Cronbach’s alpha.yang hasilnya memperlihatkan nilai di atas 0,70. Demikian halnya dengan penilaian validitas yang diukur dengan menggunakan Pearson correlation, semua variabel laten yang digunakan dalam penelitian ini memperlihatkan nilai di atas 0,60. Dengan demikian, alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan valid dan reliabel.
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan sekali lagi setelah mendapat data yang sebenarnya di lapangan. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan analisis faktor konfirmatori pada masing-masing variabel laten melalui program AMOS 18. Hasilnya menunjukkan nilai loading factor variabel terukur masing-masing konstruk lebih besar dari 0,50 (Hair, 2006: 779). Pada penelitian ini perhitungan reliabilitas menggunakan contruct reliability dengan cut off value adalah minimal 0,70 (Hair, 2006: 779) dan hasilnya menunjukkan nilai CR masing-masing konstruk lebih besar dari 0,70. Dengan demikian, semua konstruk yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid dan reliable.